Jumat, 02 Oktober 2015

Untuk Apa kami Hidup ?

2 Oktober 2015

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Rasanya telah lama saya tidak mengisi kembali kolom di blog ini. Berhubung banyaknya kegiatan yang harus saya lakukan, terutama mengisi waktu saya untuk persiapan masuk ke universitas.
Pembahasan kali ini terhitung sudah banyak diulas berbagai media ataupun tokoh, namun kali ini saya bekehendak unutk menyampaikannya kepada saudara-saudara sekalian.

Pada dasarnya kehidupan yang kita alami sekarang adalah kehidupan yang amatlah semu. Setiap rasa setiap kata setiap hal yang lewat di depan indera kita hanya dibatasi selembar kulit dan syaraf-syaraf halus yang amat kecil. Bila kita berpikir ulang, maka kita akan menyadari betapa kecil dan semunya hidup ini.

Maka kita akan bertemu suatu pertanyaan : apakah sebenarnya yang kita cari di dalam hidup ? pertanyaan ini pula yang dahulu, bahkan sekarang, masih manjadi bahan pemikiran bagi saya. Namun satu hal yang pasti adalah kehidupan yang kita miliki ini pastilah memiliki Pencipta dan tentu Ia lebih mengetahui daripada ciptaanNya.

Saya tidak sedang ingin berdebat mengenai filsafat idealisme ataupun cabang-cabangnya, namun memang kita sadari bahwa apa yang kita banggakan, kita puja, kita jadikan ilah selainNya hanya sebatas pada pikiran kita. Ketika indera kita sudah tidak menyampaikannya kembali kepada kita, apakah arti itu semua ? Karena itu kehidupan sejati bukanlah yang kita rasai sekarang, namun nanti setelah kita mengalami sesuatu yang bernama kematian.

Karena itu kami menyadari, bahwa segala daya dan upaya yang harus dijunjung adalah memalui jalanNya, melalui petunjukNya. Karena Allah tidak pernah menzalimi hambaNya sekalipun, sedikitpun. Karena karuniaNyalah kita dapat merasai kehidupan ini, dapat menjadi manusia, dapat memiliki keluarga, dapat memabca, menulis, berfikir.... KarenaNyalah kita ada, dan kepadaNyalah kita kembali

Menurut saya, kesadaran akan kematian ini adalah sesuatu yang penting untuk menyelami tujuan hidup yang kita yakini. Kita tidak mungkin dapat hidup dengan segala macam hal yang kita miliki jika Al;lah tidak mengarahkan hal itu kepada kita. Kita tidak mungkin dapat menyelami makna hidup ini jika Allah tidak memberikan kita petunjuk. Karena itu adalah suatu hal yang wajar, ketika kita menjadikan Allah sebagai tujuan hidup kita.

Maka Islam menjadi cita-cita kita, syahid menjadi dambaan kita, dan jalan juang menjadi hamparan yang mewangi harum bagi kita. Walaupun kita tahu itu sulit, melelahkan, membutuhkan pengorbanan... Atas kesadaran itu kita memilikki hidup yang makin bermakna, Insyaallah

Senin, 13 Juli 2015

14 Juli 2015

alhamdulillah, saya diberi kesempatan kembali unutk mengisi blog ini. Alhamdulillah, pembaca pun diberi keselamatan hingga dapat membaca blog ini. kalau ada yang kurang atau apa, bisa komen saja kok :) sepertinya saya juga merasa harus membuka diri kepada dunia luar. Mungkin karena memang sekarang adalah zamannya berkomunikasi lewat dunia maya ?

Hari - hari terakhir, saya memang menjauhi diri sedikit demi sedikit dari laptop. Mencoba unutk mengalihkan perhatian dengan membaca buku atau sejenisnya. Ini pun sebagai bagian dari terapi atas ketakutan saya yang sekarang masih saja tetap membayang. mungkin saudara-saudara punya usul lain ?

Hampir seminggu saya mencoba memusatkan diri untuk mendalami agama, walaupun semuanya kandas oleh ketakutan saya hanya dalam tempoh beberapa jam. Saya kini belajar Aqidah Islamiyyah, mecoba unutk lebih mengerti agama yang saya anut ini. Dan memang benar saya merasa mengenal agama dengan sudut pandang yang benar - benar berbeda. Tak lagi saya ingin imamah (mengikuti secara buta) pada hal-hal yang mendasar seperti Aqidah ini. Saya pun menertawai diri sendiri, jika selama ini saya belum mengenal apa itu islam, lantas apa dan untuk apa selama ini yang saya lakukan ? merasa semua tak lebih dari pepesan kosong belaka.

Di sisi lain saya menyadari bahwa Islam adalah agama yang terbuka bagi nalar dan logika. Iman itu penting dan memang harus didahulukan. Namun pendekatan dengan logika pun sebenarnya tak jadi soal karena islam memang agama yang kamil, agama yang sempurna. Bila ingin membahas hermenautika mungkin bisa di kesempatan lainm insyaallah akan dibahas. Alamat URLnya  insyaallah menyusul .

Setidaknya di persimpangan masa muda ini saya dapat menerka kembali apa-apa yang harus saya persiapkan. Semua terasa kembali ke titik nol, tepat sebelum saya memasuki jenjang SMA, dengan kondisi dan pandangan saya tentang dunia yang mulai berbeda.

Kamis, 02 Juli 2015

3 Juli 2015

Hari ini saya bersiap untuk kembali ke rumah, setelah beberapa hari ini menemani adik-adik kelas yang baru memasuki kehidupan yang akan mereka hadapi 3 tahun kedepan. sudah saatnya saya kembali menggeluti mimipi yang sudah berlumut mungkin, karena saking lamanya saya tinggalkan. akan saya siram, saya tumbuhkan, saya perjuangkan. walau memang hati masih sulit unutk memilih. tak ada salahnya unutk terus mencoba bukan? setidak kehidupan saya sekarang ini terasa lebih mempunyai arti

dan soal perempuan itu, ya, yang sudah menyusahkan hati saya dengan bayang-bayangnya selama 8 tahun ini sudah saatnya bagi saya untuk mengobatinya. rasa tersebut akan saya hadapi, tak akan lagi kabur seperti yang dulu-dulu. karena hidup memang perubahan, dan mungkin pula dia akan berubah 3-4 tahun lagi. haha, lagi-lagi saya masih mengharapkannya. saya memang belum dapat belajar jumawa untuk melerakan.  terlebih saya memendamnya unutk waktu yang cukup lama, mungkin.

setidaknya saya tidak ingin waktu saya yang terbatas di dunia ini dikacaukan oleh wanita seorang. bahkan saya sendiri tidak tahu apakah dia memiliki rasa pada saya atau tidak. bahkan saya sudah lihat sendiri, bagaimana ia berkasih-kasihan dengan kawan dekatnya itu walau hanya lewat layar komputer. setidaknya, saya memiliki sesuatu yang lebih musykil unutk saya laksanakan saat ini.

begitu pula hari-hari yang mendatang, sudah saatnya saya bangkit dan melawan. keterbatasan, ketidak mampuan, dan berbagaimacam bisang kekalahan lainnya dalam diri. mungkin ada baiknya bila saya utarakan kembali perkataan yang pernah diucapkan, ditulis, dan saya tempel di jidat unutk jadikan pedoman dalam menjalani hidup.

musuh terbesar adalah dirimu sendiri

yang tak lain adalah hawa nafsu yang selalu mengintai dari balik rongga mata. setidaknya perjuangan saya masih jauh unutk mencapai tujuan yang saya inginkan dan saya harapkan.

Allah tidak akan merubah suatu kaum sampai ia merubah dirinya sendiri

Selasa, 30 Juni 2015

30 Juni 2015





Tidak terlalu banyak yang terjadi hari ini. Yang membedakan mungkin adalah perasaan saya terhadapnya. Perempuan kecil dengan senyum yang (dahulu) amat manis. Banyak yang berubah, entah ini yang dinamakan orang sebagai rasa suka pada masa-masa muda. Namun bagi saya ini hanyalah sebagai rasa simpati saya terhadap masalah yang tengah dihadapinya. Cahaya itu memang makin redup, tapi kepercayaan adalah satu-satunya yang bisa saya pegang saat ini. Sudah cukup topeng yang saya pakai, sudah saatnya saya lepas satu per satu, selapis demi selapis. Supaya ketika menatap cermin, yang saya lihat adalah diri saya seutuhnya tanpa lagi rasa malu. Juga untuk mengetahui, seperti apa saya sebenarnya.

Sejujurnya, saya setuju bahwa watak ditentukan oleh perilaku diri sendiri. Dalam artian watak adalah produk dari kebiasaan, produk dari kegiatan, produk dari semangat dan tekad. Jalan memang masih panjang, likunya makin tajam, kerikilnya makin cadas. Makin bertambah umur saya mencoba unutk memahami ulang hal-hal yang sudah saya buat batasan ataupun patokan-patokannya, yang cukup banyak menghalangi saya dalam proses pemahaman ulang tersebut.

Karena itu, pembentukan watak masih saya terus lakukan, sebagaimana besi ditempa untuk menjadi pedang yang indah, memiliki nilai dan makna, juga warna tersendiri yang berbeda dengan yang lain, berguna bila ditebas dan memberikan kenikmatan bagi yang melihatnya kala dipajang. Memebrikan arti bagi deb-debu yang menempel padanya kala digudangkan, juga kilau yang dihasilkannya kala memancarkan sinar matahari dalam kibasan. Dan sungguh, jalan pintas terbesar adalaj dengan menghadapi permasalahan dengan kepala tegak, menguasai ketakutan yang selama ini membayangi.

Memang benar, saya masih hijau, masih berlumut dengan masa lalu. Tetapi adakah salah untuk berharap bahwa saya dapat berubah sebagaimana para sahabat kala menemukan Cahaya Islam, lalu menerangi dada dan hari-hari meraka, menjadi penunutuk hidup yang utama, tidak diduakan. Maka mungkin itulah sebenar-benarnya hidup. Pengharapan ini tidak akan pernah menjadi angan-angan kosong, itu janji saya. Sebagai seorang manusia. Sebagai seorang muslim.

Janganlah menyerah dari rahmat Allah ….”

Senin, 29 Juni 2015

29 Juni 2015


Matahari sudah mulai mendekati garis khayal. Langit sudah mulai menjingga, sedang saya masih terus saya terlena dengan keadaan sekarang ini. Amat benar perkataan Nabi SAW, bahwasannya waktu luang dan sehat adalah nikmat yang sering dilalaikan manusia. Sedang dalam hati sendiri masih dikejar oleh ketakutan yang sebelumnya sudah saya bicarakan. Semua  terus berjalan, juga maut mengintai dari kisi-kisi waktu terus menunggu.

Saya sendiri masih pada pengharapan yang sama, hidup adalah suatu pilihan yang harus dipegang. Apalah arti menjadi pemeluk agama ini bila tidak didasari keimanan yang teguh ?Walaupun hari ini saya masih berlumut pada keadaan hari-hari sebelumnya. Masih pada pengharapan, yang lama-lama berasa seperti angan-angan kosong.

Kebingungan masih melanda, sedang ketakutan terus mendera. Namun di lubuk hati, saya masih percaya Cahaya tersebut tak akan mati. 

Kamis, 25 Juni 2015

Jumat , 26 Juni 2016



Tulisan ini mungkin akan ’menyalahi’ kebiasaan saya dalam menulis dalam blog . Selama ini saya menggunakan puisi atau prosa sebagai pengungkap hati, dengan penuh pengandaian dan permisalan. Namun mungkin ada saatnya pula, saya pikir, unutk menulis dengan lugas bagaimana kejiwaan saya saat ini.

Benyak orang menjadikan menulis sebagai ajang terapi akan suatu beban jiwa, dan tidak sedikit terapis yang menganjurkan solusi ini. Sebut salah satu tokoh Indonesia, Presiden ke -4 Republik Indonesia, Bapak Dr.Ing. B.J. Habibie yang menulis tentang dirinya dan Ibu Ainun, yang kemudian dibukukan unutk dijual secara komersil. Banyak pula contoh lain, dimana menulis menjadi suatu pelarian, suatu penemuan, sekaligus refleksi dari kehidupan sehari-hari. Begitu pula yang akan saya tulis, saat ini dan mungkin kedepannya.

Banyak yang ditakuti oleh makhluk hidup, karena pada dasarnya makhluk hidup selalu memiliki celah hingga ia dapat merasakan ketakutan. Hewan, tetumbuhan, menyesuaikan diri dengan hal yang ditakutinya, sang predatro misalnya, lalu mengubah morfologi, fisiologi dirinya dengan musuh tersebut. manusia pun begitu, ia memiliki perasaan yang dinamakan sebagai rasa takut. Rasa takut ini sering membayangi, melumpuhkan atau bahkan menjadi pelecut jiwa sebagai respon dari yang ditakutinya. Allah pun menyruh manusia sekalian hanya unutk takut pada-Nya, dimana perasaan takut tersebut menjadi daya juang bagi seorang manusia untuk mendekat padaNya. Hal ini pernah disampaikan oeh bapak Basar Nastri dalam suatu perbincangannnya pada acara sekolah saya tempo lalu.

Saya sendiri masih sulit unutk menerapkan hal ini. Karena ada satu hal yang amat saya takuti, saya hindari,saya berdoa supaya hal tersebut menjauh dari saya sejauh-jauhnya. Kecanduan. Keinginan. Hawa nafsu. Hal-hal yang akhirnya membutakan saya akan jalan yang sukar lagi sulit. Merintangi saya unutk dapat mencintai tuhan saya secara seutuhnya. Mengendalikannya begitu sulit, sampai-sampai saya kadang putus asa dan membatin : apakah memang Allah ingin saya menjadi seorang pendosa ?

Hal ini saya coba buang jauh-jauh, sebelum mendekat lalu melekat dan menyergap pikiran dan diri saya hingga gelap gulita sudah jalan yang saya tempuh di dunia ini. Padahal saya, anda yakin bahwa perjalan kita semua di dunia mempunyai akhir.

Saya berharap, saya dapat melihat tulisan ini lagi lain hari, lain waktu. Lalu memeprtanyakan kepada diri saya sendiri sudahkan saya berubah? Sudahkah saya berusaha? Apakah saya dapat memegang perkataan saya?

Muhasabah menurut saya penting dan mungkin dengan media ini dapat saya lakukan lebih mendalam.

Semoga Allah memaafkan kesalahan-kesalahan kita.


Rasaian